Psikologi Indonesia Goes Blogging

Blog yang berisi mengenai semua hal yang berkaitan dengan Psikologi ini bertujuan untuk memberikan edukasi mengenai Psikologi kepada masyarakat Indonesia dalam bentuk bacaan ringan.

Seperti biasa, sabtu dan minggu sore adalah waktu kesenangan saya karena ada acara Nanny 911 dan Super Nanny di Metro TV. Saya suka acara itu karena acara itu memberikan pada saya asupan dari gambaran penerapan psikologi di kehidupan nyata. Tapi, ada satu hal menarik yang baru diperhatikan oleh otak saya yang lambat mencerna informasi pada saat saya nonton acara-acara itu minggu ini: konsep acara yang sedemikian rupa dari acara-acara itu menyebabkan peran antagonis dan protagonis di kedua reality show itu menjadi terbalik.

Kalau diperhatikan, porsi terbanyak dari kedua acara itu adalah rekaman perilaku si anak. Dari awal, si anak memperlihatkan perilaku nakal. Lalu, ditengah acara (dan ini merupakan porsi terbesar dari acara), diperlihatkanlah si anak mendapatkan perlakuan untuk memperbaiki perilakunya. Akhirnya, di penghujung acara, diperlihatkan si anak berubah jadi anak yang bisa di atur.

Konsep acara seperti ini membuat si anak terlihat sebagai orang yang memegang peran antagonis. Mereka diperlihatkan sebagai manusia-manusia kecil yang sulit diatur, yang berkata kasar, dan sering melakukan tindakan diluar aturan. Tapi ada satu hal yang sering kita lupakan. Kausalitas.

Pernahkah terpikirkan oleh kita, apakah hal yang menyebabkan anak-anak “nakal” itu berperilaki seperti itu? Menurut saya yang cukup mencintai Pavlov, penyebabnya adalah pemeran lain yang seringkali digambarkan sebagai korban, dua orang yang sering terlihat kelelahan, dan patut dikasihani: kedua orang tua mereka.

Yep! Sebenarnya, penyebab dari kenakalan anak-anak itu adalah orang tua mereka. Anak-anak yang tak bisa di atur adalah hasil dari orang tua yang tak berhasil menjalankan disiplin. Anak-anak yang memukul saudara mereka sendiri adalah hasil dari orang tua yang tak berhasil mengajarkan rasa kasih sayang pada saudara. Anak-anak yang berkata kotor adalah hasil dari orang tua yang tak mengajarkan cara berbicara yang baik. Kesimpulannya, anak-anak itu adalah hasil dari orang tua yang tidak kompeten.

Harusnya, acara tersebut memiliki konsep seperti ini:
Pada adegan awal, diperlihatkan kesalahan-kesalahan pengasuhan orang tua.
Lalu, diperlihatkan orang tua yang mulai memperbaiki perilaku mengasuh mereka.
Akhirnya, diperlihatkanlah orang tua yang berhasil belajar menjadi “orang tua sebenarnya”.

Tentu saja, nama acaranya harus diganti menjadi “Parents’ Boot Camp 911” dan “Super Parent Trainer”.

8 komentar

  1. Anonim  

    cmiiw, tapi sepanjang gw nonton nanny 911, yg diomelin duluan jg ortunya...

    so, source nya yg dibenerin duluan toh?

  2. Laura  

    Iyah. Setuju sama Vendy. :)
    Memang anak lebih difokuskan karena lebih menarik, yah bagian dari script-lah. Menurut gue acara Nanny itu lebih untuk hiburan dan bukan edukasi! Jadilah script yang dibuat harus sedramatis dan sesadis mungkin!

    Hehehe.. lagipula non-sense banget tuh acara. Sehari sebelum final day, anak2nya masih pada bandel eh pas final day semua seakan beres sempurna banget! :D

  3. Dion Dan Dunia  

    iya, yang diomelin duluan ortunya. tapi porsinya lebih sedikit dari rekaman-2 anak-anaknya. jadi, bagi orang awam, fokusnya ke kenakalan si anak.

  4. Anonim  

    Setahu saya dari awal memang orang tuanya yang disorot kok. Saya ga pernah lihat episode yang menitik beratkan pada kenakalan anak2nya.

  5. Johan Tampubolon  

    ...
    Dan kemudian kausalitas memunculkan kepalanya lagi. "Apa penyebab sang orangtua berbuat demikian?"

    Mungkin, seharusnya tidak ada satu pihak yang disalahkan. No, no, i don't point on innocence.
    Mungkin, kalau ini akan dijadikan bagian dari edukasi, lebih baik lagi melibatkan semua pihak sebagai pelaku tanpa korban; atau semua korban tanpa pelaku; atau semua korban dan pelaku.

    Ah, bigger picture, bigger picture.

  6. Nia Janiar  

    Semenjak nonton ini, gue jadi gak pengen punya anak (lho, kesimpulan yang salah). Hehe.

  7. Indonesia Kids  

    Mo Kasih Info... Buat yang suka nonton Nanny 911...

    Nanny Stella from Nanny 911 akan hadir di Indonesia pada tanggal 5 Desember 2009 untuk mengisi seminar Helping Families ArchiveTheir Full Potential di Jitec Mangga Dua Jakarta.

    Nanny Stella akan membicarakan nilai-nilai keluarga seperti aturan jadwal, strukur, rutinitas, edukasi, disiplin, respek, sharing, kelakuan, nutrisi, pola tidur anak-anak dan masih banyak lagi.

    Untuk informasi lebih lengkap, silahkan hubungi : +62-21-56956060 atau http://my-ticketstation.com

  8. ABAH HAKIM  

    Nanny 911, sepanjang yang saya tonton dan coba untuk terapkan dalam keluarga saya, benar2 riil. Bukan sekadar reality show. Justru kalau orang tua pandai melihat dan mempelajari inti dari show ini, akan bisa banyak menarik manfaat. Memang ada beberapa hal yang agak sulit untuk diterapkan misalnya, dalam intervensi Nanny 911 atau Super Nanny, keberadaan pihak ketiga yang memberi input, arahan serta menjadi penengah dalam situasi konflik yang memiliki kapasitas "psikolog" sulit didapat sehingga jika orang tua berada dalam situasi membutuhkan pihak ketiga, orang tua harus pintar memilih orang yang tepat untuk menjalankan fungsi ini. Terutama jika orang tua memiliki masalah emosional yang terkait dengan masa lalu atau masa kecilnya. Kesulitan lain yang mungkin umum bagi masyarakat Indonesia adalah tidak biasanya anak-orang tua berkomunikasi secara logis dan mampu memverbalisasi perasaan serta pikiran mereka.Jadi kalau dirasa sulit menerapkan, coba tonton lebih cermat. Banyak kok yang bisa diambil manfaatnya. Saya menerapkan sistem time-out dan berhasil. Tayangan ini menyadarkan saya pentingnya orang tua untuk berubah sebelum menuntut anak untuk berubah. Intinya, jika ingin anak menjadi baik, jadilah orang tua yang lebih baik.

Posting Komentar

User Tracking Widget

usability studies by userfly

Psi! Goblog

Psikologi Indonesia Goes Blogging

Recent Posts

Recent Comments

Tags

^Lora^ (15) abu ghraib (1) anak (1) analisa (2) analitis (1) asal mula (1) Atheist (1) bahagia (2) bedah film (2) belajar (1) Binatang (1) budaya populer (1) bunuh diri (1) calling (1) career (1) carl rogers (1) cinta (1) Dalai Lama (1) daniel h. pink (1) dewasa (1) ebook (1) edukasi (1) eksistensial (2) eksperimen (3) ekspresi (1) empati (2) erotomania (1) etiologi (1) filosofi (2) Freud (3) ganteng (1) gardner (1) Gay (4) Gender (1) grand indonesia (1) graphologi (1) Green Psychology (1) grimace project (1) hamil (1) happiness (1) heroism (1) hidup (1) homoseksual (4) hubungan romantis (1) identifying (1) indonesia (1) industri dan organisasi (1) insting (1) jerawat (1) job (1) Jung (1) Juno (1) kamar (1) karir (4) Kebahagiaan (3) kelompok (1) Kematian (1) kepahlawanan (1) kepercayaan diri (1) Kepribadian (5) kesetiaan (1) Khrisnamusti (1) kognitif (5) komitmen (1) konformitas (1) Krisis identitas (1) Kung fu Panda (1) listen to yourself (3) lucifer effect (1) makanan (3) meja kerja (1) mind reading (2) Mitos (1) Music dum-dedumtumtum (1) nasionalisme (1) orang tua (1) orgasme (1) otak kanan (1) otak kiri (1) pacaran (1) panggilan (1) Peace (2) pekerjaan (4) pembunuh berantai (1) pemilu (1) pendidikan seks (3) perempuan (1) perkembangan teknologi (1) pheromone (1) Philip Zimbardo (1) poligami (1) Prejudice (1) presiden (1) profil (1) proses (1) Psikoanalisis (4) psikologi (24) psikologi lingkungan (1) psikologi pendidikan (1) psikologi seksual (1) psikologi transpersonal (1) psikopat (4) psikopatologis (3) psikosis (3) psycamp (1) Realita (1) remaja (3) review buku (2) review film (2) revolusi (1) sejarah (1) seks (2) self-help (1) selligman (1) sintesa (1) sintesis (1) Sosial (4) sosiopat (2) spiritual (3) stalking (1) stereotipe (1) steve jobs (1) stres (1) subjective well-being (1) Tao (2) teknologi (1) Tidur siang (1) tinggi (1) Tips (1) totlol (1) tulisan (1) video (1) vygotsky (1) wajah (1) wanita (1)